Membuang Sampah Manut Wudele Dewe

Membuang sampah sembarangan masih terjadi dimana-mana, banyak orang menyebut orang-orang tersebut sepertinya sehat, tapi dari kacamata sosial sebenarnya mereka itu sakit. Bagaimana tidak sakit kalau jalan raya itu tempat untuk lewat, akan tetapi selalu terlihat sampah berserakan atau  bungkusan kantong-kantong plastik yang berisi sampah. Demikian yang terjadi jika kita melihat di seputaran jalan khususnya kawasan jalan di bagian barat daya desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak,  Kabupaten Sleman. Desa Wedomartani adalah wilayah urban atau perbatasan desa dengan kota, sehingga beragam aspek sosial mewarnai kehidupan masyarakatnya. Tetapi keberagaman tersebut menjadi tidak wajar jika beberapa dari mereka menganggap bahwa jalan dan parit itu untuk umum, sehingga bebas membuang sampah disitu.

Manut wudele dewe, begitulah istilah pepatah jawa mengatakan. Apakah mereka tidak berfikir bahwa perbuatan mereka mengganggu pemandangan, baunya juga mengganggu sehingga  mengundang lalat, apalagi setelah tertabrak dan terseret kendaraan yang lalu lalang semakin menjadi tidak karuan. Belum lagi petani yang setiap hari mengandalkan aliran irigasi juga harus disibukkan dengan membersihkan sawah mereka yang penuh dengan sampah plastik. Parit aliran irigasi petani tersumbat, parit di pinggir jalan tidak dapat terlewati air sehingga saat aliran air besar yang seharusnya menguntungkan petani malah tumpah mengalir dijalan raya.Sungguh perbuatan yang sama sekali tidak memiliki hati dan  kepekaan sosial. Pernah ada pelaku yang tertangkap warga dan dikenakan denda 200 ribu ditambah harus mengambil sampah yang dia lempar sambil berkendara sepeda motor, tapi apakah masyarakat harus menunggui jalan? sedangkan mereka juga harus beraktifitas dan bekerja. Sedangkan si pembuang sampah juga tidak akan membuang sampah-sampah yang dia bawa dengan mobil atau kendaraannya ketika merasa ada orang yang melihatnya.

Apakah seperti ini pengalaman sebuah desa yang dalam beberapa saat lagi akan menjadi kota..? dan bagaimana nanti jika sudah benar-benar menjadi kota? sedangkan perkembangan kota akan semakin melebar. Manusia dengan kelebihannya  memiliki akal, hati, dan perasaan, sehingga dapat melihat yang pantas dan tidak pantas. Jika memang tidak memiliki lahan untuk membuang atau mengolah sampah, atau tidak mampu membayar tukang sampah, tentu saja dapat mempergunakan pikirannya untuk bisa meminimalkan perbuatan merusak lingkungan dengan cara dipilah, dikomposkan, atau cara-cara yang ramah lingkungan.

Djonet Wijaya FM